Udah lama gw gak cerita pengalaman menarik, mengesankan bagi
gw. And know I want to tell you my story…upss no OUR Story.
Cerita perjalanan kami ke Papandayan, Garut – Jawa Barat.
Kali ini tidak bersama full anggota koplak. Hanya beberapa dari kami yang bisa
ikut.
Perjalanan dimulai pada Jum’at malam tanggal 15 Mei 2015.
Kita kumpul di Auditorium UMB. Kami meluncur dari Meruya pukul 10 malam
(sepertinya). Sumpritt selama perjalanan full music banget, pada suka menyani
ternyata, untuk enak didengar, hahahha. Supirnya juga asik mengendarai busnya,
cepett beeud. Dan Alhamdulillah, kami sampai dengan selamat.
Singkatnya kami sampai, dan melanjutkan perjalanan dengan
mobil bak terbuka menuju pintu masuk Gn. Papandayan. Sengaja gw pilih duduk di
depan, sebelah supir. Gw ngerii masuk angin. Bwahahah. (Secara badan gw tipiss
bingittss). Gw jadi ngobrol-ngobrol cantik sama drivernya deh, dari masalah
politik sampai rendahnya harga jual hasil panen di tengkulak. Dia sempet
curhat, hasil panennya (dia juga punya kebun sayur), sekarang rendah sekali
harga jualnya. Dia jual cabai merah ke tengkulak cuma dapet 10rb, gw miris
banget dengernya, secara gw beli cabe merah segenggam 4rb. Gw menyemangati dia, “Semangat Pa, sekarang orang semakin
sadar kok buat makan sayur, jangan patah semangat Pa, terus tanam
sayur-sayuran”. Pa supir cuma nyengir aja, gw bilang gitu.
Barusan intermezzo sedikit, hihihi.
Pas sampai di sana, beuuhhh banyakk beudd ternyata yang
pengen mendaki. Saat mulai pendakian gw rasa ini gunung kok gersang beud yak.
Sepanjang jalan batu kerikil, kawah, batu besar, tebing,…lah dimana puunya?...
Tampak jalan disisi kiri (jika posisi akan mendaki)
Asap belerang berada di sisi sebelah kiri (ketika hendak mendaki)
Banyak beuuudd batunya, bagi pencita batu akik, betah kali yaak, ngubek-ngubek nyari batu akik di sana. Bwahahah. FYI, air sungainya telah bercampur dengan belerang...
Seperti yang gw bilang tadi karena yang pengen mendaki
banyakk bangeettt, gw merasa berjalan pun gw kudu ngantri. Gw dulu pernah
diceritain sama temen dia pernah mendaki sebuah gunung sampai jalan itu harus
ngantri, saat itu sih gw gak percaya, lebaayyy beud dia. Ternyata gw
mengalaminya sendiri. Gw kira di atas ada konser apa gitu..
Setelah beberapa waktu perjalanan akhirnya nemu pohon,
yeaayyy. Lebih sejuk, anginnya lebih semilir anginnya. Kena semilir angina di
gunung itu rasanya menghilangkan separuh lelah.
Me (back) with salah seorang anggota tim Koplak, namanya Bang Jay
Dan akhirnya berhentilah kami dipersimpangan jalan, satu ke
kiri dan pilihan lainnya ke kanan. Menurut info sih, ke kiri itu lebih landai
namun agak jauh jalannya, nah yang kiri lebih terjal tapi lebih cepat.
Tergodalah gw dan beberapa di antara kami pilih jalan cepat, Bwahahahh. Gak bisa
dikasih kabar gembira dikit, klu jalan lebih dekat..langsungg cuss. Dan
ternyata sodara-sodara jalan ke kanan ini sungguh terjal sangat (bayangkan tuh
gw sengaja pake kata “sungguh” dan “sangat”). Baru bebrapa kali kaki menanjak,
rasanyaa cakeepp kaleee. Akar pohon dan ranting pohon jadi tumpuan kami. Namun
saat sejenak istirahat, dan liat ke bawah itu rasanya…hmhmmmm…Subhanallah.
Indah sekali.
Setelah perjuangan yang W.O.W = wow. Finally nemu jalan yang rata (maksudnya rata,
bukan jalan aspal atau jalan beton loh ya!) Sebelah kiri dibatasi dinding batu
nan terjal, dan sebelah kanan = jurang. Puas-puasin lah ditempat ini kami
meluruskan kaki. Menikmati, semilir angin menyapu wajah, menyegarkan tubuh.
Wuiiihhh. Ketika naik gununglah, kita menyadari bahwa angin adalah anugrah
Allah yang harus kita syukuri.
Setelah perjalanan dihiasi bebatuan, hadirlah pepohonan
Setelah marasa cukup kami mulai berjalan lagi. Ketika
melihat ke kanan. Woooow keren bangett. Jurang, dihiasi pohon nan rindang. Berbagai warna hijau menghiasi. Gugusan bukit-bukit mengelilinginya. Dan kemudian…..selfie…mari
kita selfie
widihh... keren euy..tp sayangnya gw gk diajak -_-
BalasHapuswidihh... keren euy..tp sayangnya gw gk diajak -_-
BalasHapusBwahahaha, gw takutnya baru setengah jalan u minta pulang,...
BalasHapus